Kebangkitan Akuakultur Berbasis Tropical Level

Kebangkitan Akuakultur Berbasis Tropical Level

Berita

Konsep akuakultur berbasis tropical level yakni limbah menjadi pakan alami merupakan langkah tepat untuk membangkitkan perikanan nasional. Demikian ungkap Prof Enang Harris Surawidjaja pada Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Sabtu (20/5) di Auditorium Rektorat Kampus IPB Bogor.

Pada era makanan alami, produksi akuakultur Indonesia masih berbentuk piramida “trophic level”. Akuakultur berbasis tropical level atau piramida tingkatan rantai makanan yakni ikan karnivora (pemakan daging) berada pada puncaknya, disusul omnivora (pemakan segala), selanjutnya herbivora (pemakan tumbuhan) dan detritivora (pengurai).

Saat itu ikan karnivora relatif sedikit disusul omnivor selanjutnya detritivora dan herbivor yang terbanyak. ”Tapi pada era pakan buatan atau akuakultur intensif produksi nasional Indonesia menjadi piramida terbalik. Ikan-ikan yang diproduksi dengan mengkonsumsi pellet 66 persen sementara yang berbasis pakan alami 34 persen,” ujar Enang.

Aquakultur intensif yang dicirikan adanya pergantian air, peningkatan oksigen dan pemberian pakan buatan (pellet) merupakan bentuk pemaksaan alam. Pemaksaaan ini bisa mencapai 67.000 kali lipat dari proses alamiah dan konsekuensinya menimbulkan tumbukan limbah tak terurai. Limbah ini kemudian menjadi racun yang mematikan ikan budidaya. Kematian ikan masal secara tiba-tiba pada tambak salah satunya diakibatkan akuakultur intensif.

”Prinsip akuakultur berbasis tropic level yakni memanfaatkan semua nutrien limbah budidaya ikan utama yang jumlahnya lebih besar daripada yang diretensi jadi daging. Limbah ini dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut, kerang-kerangan, tiram, teripang, detritivora, herbivora dan omnivora,” jelas Pria kelahiran Sumedang, 21 Agustus 1949. Akuakultur berbasis tropic level akan menghasilkan komoditas utama ikan budidaya dan komoditas sampingan yang jumlahnya lebih besar dengan biaya murah. Disamping itu menghasilkan rendemen limbah yang rendah sebab semua limbah termanfaatkan dan ramah lingkungan.

Menurut Bapak dari tiga anak ini negara Cina telah menerapkan konsep akuakultur tropical level sebelum penanggalan Masehi. Katanya, dengan dicirikannya 4 hal pokok :Pertama akuakultur Cina berbasis kesuburan telah matang sebelum era budidaya berbasis pellet datang, Kedua pengembangan akuakultur harus seperti pengembangan produksi ternak, Ketiga setiap penambahan produksi berbasis pellet diimbangi dengan pembesaran yang lebih lagi pada dasar piramida, dan keempat pendekatan pengembangan akuakultur dilakukan secara holistik.

”Sepulang training di Cina tahun 2001 sampai sekarang saya konsisten dan akan terus menyuarakan serta melaksanakan semampu saya teknologi berbasis ’tropic level” dengan harapan bermanfaat bagi kebangkitan akuakultur Indonesia,” kata Koordinator Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Indonesia ini. (ris)