Peringkat KEI Indonesia Kalah Dengan Malaysia

Peringkat KEI Indonesia Kalah Dengan Malaysia

Berita

Dalam peringkat Knowledge Economy Indicators (KEI) dunia tahun 2007, posisi Indonesia kalah jauh dengan Malaysia. Indonesia hanya berhasil naik satu peringkat sejak 1995 yakni dari peringkat 92 ke 91. Lain halnya dengan Malaysia yang berada pada posisi ke 40, naik 13 peringkat dari posisi 53 pada tahun 1995.

Kondisi ini disampaikan oleh Direktur Jenderal DIKTI, Prof.Dr.Ir. Fasli Jalal dalam keynote speechnya dalam seminar lingkungan hidup dalam rangka Dies Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Darmaga (3/11). “Kondisi ini berarti Negara Indonesia yang melimpah kekayaan alamnya tidak boleh terlena tapi harus terus memajukan ilmu pengetahuannya. Yakni dengan menciptakan ilmu pengetahuan yang canggih dengan daya saing demi kesejahteraan,” ujarnya.

Menurutnya, Indonesia kalah dengan Negara India dan Malaysia karena publikasi artikel jurnal keteknikannya masih sangat kurang yakni 0.8/juta penduduk. Sedangkan India dan Malaysia publikasi jurnalnya mencapai 12/juta penduduk dan 21.30/juta penduduk.

Selain itu, paten yang dihasilkan Indonesia pun masih memprihatinkan yakni 0.08/juta penduduk berbeda dengan Malaysia yang sudah menghasilkan paten sebanyak 3.0/juta penduduk. Tahun 2008 Indonesia baru mampu mengantarkan 1.8 dari 10 anak untuk dapat akses ke perguruan tinggi. Tahun 2014 DIKTI mentargetkan 2.5 dari 10 anak dapat akses perguruan tinggi.

Keadaan ini diperburuk dengan masih rendahnya angka penyerapan tenaga kerja berpendidikan yang baru mencapai 17.26% dimana Malaysia sudah mencapai angka 32.5% (data tahun 2007).

“Namun negara Asean masih kalah jauh dengan Korea yang berhasil mencapai angka 91% dalam menyerap tenaga kerja terdidiknya,” tambahnya.

Untuk itu, DIKTI dalam arah dan kebijakan perguruan tingginya berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan dosen, peningkatan pendidikan luar negeri melalui APBN, peningkatan beasiswa melalui BPPS, peningkatan dana hibah penelitian, dan peningkatan produktivitas akademik.

“Peningkatan dana penelitian sangat signifikan yakni dari 173 miliar rupiah pada tahun 2008 naik menjadi 1057 miliar rupiah pada tahun 2009. Untuk peningkatan produktivitas akademik, DIKTI membantu peningkatan jurnal ilmiah menjadi terakreditasi internasional dan nasional serta bantuan pengembangan organisasi profesi,” tuturnya.

Selain itu, DIKTI juga telah melanggan E-Journal yang bisa diakses gratis oleh seluruh Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta.

“Untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia, DIKTI telah melakukan pemilihan terhadap 50 orang inventor dengan prestasi luar biasa. Namun sayang, dari kuota tersebut baru terisi 21 inventor dan 13 orang diantaranya berasal dari IPB baik dosen maupun alumni dan yang terinspirasi oleh IPB,” tambahnya. 

Terdapat empat indikator dalam KEI yang terkait langsung dengan pengembangan Dikti dan Riset. Yakni Economic Insentive and Intitutional Regime (EIR), Pendidikan dan Pelatihan, Inovasi dan Teknologi Tepat Guna, Informasi dan Infrastruktur Teknologi Informasi.

Dekan FEMA, Prof. Hardinsyah pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia akan mengalami ancaman serius atas perubahan iklim ekonomi global.

“Ancaman ke depan adalah kualitas lingkungan, kultur bangsa dan pendidikan. Untuk itu perlu upaya dan komitmen IPB dalam antisipasi perubahan, perlu sumberdaya manusia yang kompeten dan pengolahan pangan,” ujarnya.

Terkait lingkungan hidup, Prof. Hardinsyah menyampaikan bahwa semua orang berhak menikmati lingkungan hidup yang nyaman karena sudah termuat dalam Undang-Undang lingkungan hidup dan setiap komponen masyarakat bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan hidup yang layak.(zul)