Minim, Alokasi APBN untuk Dunia Pendidikan

Minim, Alokasi APBN untuk Dunia Pendidikan

Berita

Bukan suatu kemustahilan Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi perguruan tinggi bertaraf internasional. Demikian optimisme empat pembicara dalam acara Dialog Nasional Peduli Pendidikan bertema "Maju Kampusku, Maju Negeriku: Towards World Class University" yang diselenggarakan Unit Kegiatan Mahasiswa Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (UKM BKIM) IPB Minggu (27/5) di Gedung Graha Widya Wisuda Kampus IPB Darmaga.

"Dengan berbagai potensi dan keunggulan yang ada, saat ini, IPB mempersiapkan diri untuk mendapat pengakuan dunia sebagai perguruan tinggi World Class University (WCU) sesuai visi dan misinya," papar Wakil Rektor I IPB, Prof.Dr.Ir. Ahmad Chozin mewakili Rektor IPB yang sedang bertugas ke luar negeri

Praktisi Pendidikan dan dosen Universitas Gajah Mada, Dwi Condro Triono, M.S menambahkan tidak hanya hanya IPB, bahkan banyak perguruan tinggi di Indonesia mampu bertaraf internasional apabila ada political will dari pemerintah mengenai dana pendidikan.

Dwi Condro menggambarkan Malaysia mengalokasikan anggaran dana pendidikan sebanyak 25 % dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). "Jumlah ini tidak berubah dari tahun ke tahun. Walhasil, kualitas pendidikan di sana meningkat pesat jauh di atas Indonesia. Bahkan yang dulunya mereka belajar ke Indonesia, kini banyak orang Indonesia belajar ke sana," ujar Condro. Kesejahteraan doktor dan profesor di Malaysia mendapat perhatian lebih dari pemerintah, sehingga doktor dan profesor selalu stand by dan fokus dalam membimbing mahasiswa. Gaji doktor Malaysia sekitar Rp 25 juta per bulan dan Professor berkisar Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per bulan. Wajar pula bila dana penelitian di Malaysia sangat melimpah.

Di Malaysia, kedokteran dan pertanian merupakan bidang favorit yang diminati mahasiswa, berkebalikan dengan di Indonesia yang hanya melihat pertanian dengan sebelah mata. Dwi Condro menyatakan, masalah utama pendidikan tinggi di Indonesia adalah ketidakmampuan anggaran negara. Negara mengalokasikan dana pendidikan 11.8 persen dari total Rp 647,4 trilyun APBN. Jumlah tersebut masih dibagi-bagi lagi untuk pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Jumlah total APBN Indonesia masih di bawah pendapatan per tahun perusahan swasta, PT Free Port yakni lebih Rp 700 trilyun. "Indonesia sebenarnya sangat kaya sumberdaya alam, namun kenapa APBN lebih kecil dari pendapatan swasta. Ada yang salah dalam pengelolaan sumberdaya alam negeri ini, " tandas Dwi Condro.

Menurut kandidat Doktor salah satu universitas di Malaysia ini, minimnya alokasi dana pendidikan tinggi dari pemerintah, menuntut perguruan tinggi untuk giat mencari tambahan pemasukan dengan berbagai kegiatan corporate generating income. Akibatnya, iklim dunia pendidikan Indonesia makin kurang kondusif. "Penelitian mahasiswa terfokus untuk mengejar target cepat lulus agar dapat langsung kerja. Aktivitas dosen pun kurang fokus terhadap pengajaran, perkuliahan dan membimbing mahasiswanya. Dosen kadang juga terjebak untuk mengejar target gelar doktor dan profesor demi kenaikan pangkat," urainya lugas. Selain faktor utama dana, kualitas pendidikan juga ditentukan oleh faktor sistem kurikulum pendidikan nasional. Menyinggung status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Dwi Condro menilainya sebagai bentuk lepas tangan negara terhadap tanggung terhadap pendidikan tinggi.

Terkait political will pemerintah di dunia pendidikan, Staf Khusus Menteri Pendidikan Nasional, Ir.Teguh Juwarno, MSi menanggapi bahwa anggaran dana 11.8 persen tersebut murni untuk pendidikan dan diluar anggaran kedinasan menteri pendidikan. Keputusan alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 11.8 persen itu, menurutnya juga atas persetujuan rakyat yang diwakili Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat mengesahkan APBN. "Jumlah ini memang masih belum memenuhi amanat UUD 45 Pasal 31 tentang anggaran pendidikan 20 persen," imbuh Alumni Departemen Agribisnis IPB ini.

Mantan Public Relation sebuah televisi swasta ini menjelaskan pemerintah sekarang ini sedang memusatkan diri pada tiga pilar pembangunan pendidikan yakni penataan aset dan perluasan akses baik pendidikan formal dan informal, pendidikan wajib belajar 9 tahun, dan peningkatan mutu. Pencapaian Toward World Class University, juga bagian dari target pemerintah terkait peningkatan mutu. Hadir pembicara keempat ialah pakar pendidikan dunia Islam Hizbut Tahrir Indonesia, Drs. H. Fahmi Lukman, M.Hum yang menguraikan majunya peradaban dan pendidikan tinggi Islam masa lalu. Sementara Prof.Dr.Ir.Amien Rais yang telah dijadwalkan, berhalangan hadir. Moderator dalam acara dialog ini Luthfi Hakiem, S.H.

Acara yang dihadiri lebih dari 2000 peserta ini didahului penghantar berupa narasi dan drama yang menggambarkan kondisi politik dan kebijakan negara terhadap pendidikan tinggi. Dilanjutkan sambutan dari pihak rektorat IPB yang diwakili Kepala Program Internasional IPB, Dr.Ir. Ma'mun Sarma, MSc dan teleconference Penasehat BKIM IPB, Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, M.Sc.

Disela-sela acara, juga dipersembahkan sajian lagu dan musik dari penyanyi solo dari Departemen Agribisnis angkatan 42, Ferry Herdiman, pemain biola dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan angkatan 41, Edo Jendera Esa Rozi dan pemain keyboard, Husein Assadi. (ris)