Tinggi, Peminat Program Doktor MB dan Magister MA IPB
Kelas Program Doktor Manajemen Bisnis angkatan II (DMB II) dan Program Magister Manajemen Agribisnis angkatan R-36 (MMA R-36) Institut Pertanian Bogor (IPB) resmi dibuka, Sabtu (30/9). Rektor IPB, Prof.Dr.Ir. Ahmad Ansori Mattjik, M.Sc., berkesempatan membuka secara resmi acara yang mengambil tempat di Ruang Mahoni Kampus MMA-IPB Jln. Pajajaran Bogor.
Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Wakil Rektor I Prof.Dr.Ir. M. Achmad Chozin M.Agr, Wakil Rektor IV Dr.Ir. Asep Saefuddin MSc, Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana, Dr. Drajat Mardianto dan Prof.Dr. Bungaran Saragih beserta sejumlah pimpinan IPB lainnya.
Direktur Program Pascasarjana MB IPB, Dr.Ir. Arief Daryanto, M.Ec., melaporkan, kelas DMB II diikuti oleh 30 orang peserta, yang merupakan hasil seleksi ketat dari 51 orang calon peserta. Sementara, kelas MMA R-36 diikuti oleh 36 orang peserta.
“Karenanya saya mengucapkan selamat dan sukses pada para peserta. Kiranya anda semua dapat menunjukkan kinerja yang baik selama menempuh studi di IPB,” ujar Arief di hadapan para peserta.
Di tempat yang sama, Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Drajat Mardianto, mengemukakan, studi bagi para peserta program DMB, seharusnya bisa berlangsung lancar tanpa kendala. Hal ini dikarenakan mereka memiliki bekal intelegensi, pengalaman dan finansial yang memadai.
Sebatas diketahui, para peserta program DMB angkatan II ini berasal dari kalangan yang memiliki ketiga aspek tersebut, seperti pejabat pada Mabes TNI-Polri, praktisi perbankan dan peneliti.
Dalam kesempatan tersebut Drajat juga mengingatkan, agar semangat belajar yang dimiliki para peserta perkuliahan, baik program DMB II maupun MMA R-36, senantiasa tertanam hingga usainya studi sesuai yang dijadwalkan. Sebab menurutnya, bercermin pada angkatan-angkatan sebelumnya, semangat studi peserta hanya pada semester satu sampai tiga saja.
“Pada semester-semester itulah perkuliahan masih berjalan, dimana para peserta masih bisa saling bertemu dan berdiskusi antar teman. Namun, ketika sudah memasuki semester empat, yang mengharuskan peserta melakukan penelitian, satu-persatu hilang,” ujarnya.
Mardianto melanjutkan, hal ini terjadi karena masih banyak peserta yang menganggap penelitian merupakan tugas yang menyulitkan. Selain ada juga peserta yang kembali ke kantor untuk bekerja dan melupakan tugas akhir.
Pada bagian lain, Wakil Rektor IV Dr.Ir. Asep Saefuddin, MSc., menuturkan tentang kampus-kampus dunia papan atas atau world class university (WCU). Dikatakan, janganlah heran bilamana kita tidak menemukan satupun universitas dari Indonesia yang masuk kategori WCU.
Lebih jauh Asep menjelaskan, beberapa penelitian yang dilakukan oleh kelompok-kelompok peneliti dunia menyebutkan, setidaknya ada lima indikator satu universitas bisa disebut sebagai WCU. Indikator tersebut adalah pertama, pemenang Nobel dalam bidang Fisika, Kimia, Kedokteran dan Ekonomi.
Kedua, peneliti yang sering jadi rujukan ilmu hayat, kesehatan/kedokteran, ilmu kealaman, keteknikan dan ilmu sosial. Ketiga, jumlah paper yang dipublikasikan dalam jurnal “Science” dan “Nature”.
Keempat, paper-paper dalam kelompok Science Citation Index dan Social Science Citation Index. Indikator terakhir adalah rasio jumlah dosen dalam keempat indikator tersebut, dibagi jumlah seluruh dosen tetap.
“Ini bisa jadi PR (pekerjaan rumah) para Rektor dan utamanya Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas. Saya pikir, dengan indikator yang dimodifikasi, membuat urutan kampus papan atas di tanah air sangatlah penting. Selama ini kita kurang berani melangkah ke arah itu tanpa alasan yang jelas,” terang Asep.
Padahal, lanjutnya, membuat peringkat universitas dengan indikator yang obyektif akan memacu universitas untuk bebenah dan berlomba-lomba untuk kebaikan. Efeknya terhadap pendidikan adalah terbentuknya academic atmospher yang sangat diperlukan oleh mahasiswa dan dosen untuk mendongkrak inovasi dan kebebasan berpikir. (nm)